Jumat, 07 Desember 2012

Haruskah Sahabat Demi Nilai ?



                Gue sama sekali ga bermaksud untuk curang. Gue Cuma takut mereka marah karna gue ngumpulin tugas Vivi. Gue sedikit nyesel kenapa ga gue aja yang nganterin Vivi ke kamar mandi? Supaya penyesalan gue ga sedalam ini. Mungkin gue emang salah karna buku itu gue yang pinjem sebelumnya, dan karna saat itu gue duduk didepan guru, jadi gue fikir gue gak mungkin nyalin tugas guru itu didepan gurunya. Jadi gue sengaja pindah ke belakang . tapi ternyata dibelakang penuh, jadi gue harus duduk bertiga sama Sari dan Nia. Dan pas banget gue baru lanjutin nulis, guru itu minta tugasnyua dikumpulin saat itu juga. Sari yang disamping gue langsung aja nyerobot minjem buku Vivi juga. Gue ga enak dong kalo ngambil dari dia? Gue ga mau dibilang egois. Dan gue juga ngerti gimana paniknya dia saat itu. Tapi gue khawatir Vivi marah. Terus gue harus apaa? Dengan polosnya, gue kembali ke tempat duduk gue saat Vivi tiba dari kamar mandi. Tanpa pikir panjang, gue menyodorkan sebuah pertanyaan untuk Vivi, “Vi, kalo bu Nina bilang tugasnya dikumpulin sekarang, lu lebih milih ngumpulin sendiri atau nungguin bareng temen-temen yang lain?” , parahnya, dia langsung ngeluarin tampang galau dan panik, dia nyari-nyari bukunya dan nanya balik sama gue “Buku gue mana?” gue jawab cepet ajah “Lagi dipinjem sama Sari”, matanya langsung jelalatan mencari si kurus berambut keriting dan berkulit putih bernama Sari itu ke barisan belakang, lalu dia memandang melas buku tulis miliknya yang menjadi pedoman Sari mengerjakan tugas dibuku tulisnya. Gue pun langsung mengalihkan padangannya dengan meminta jawaban atas pertanyaan gue “Lu pilih yang mana Vi?” tanya gue dengan tampang yang gak  kalah melas dan penuh harapan pengertian darinya, dia akhirnya menjawab jutek “Yaudah nunggu yang lain aja” gue menghela nafas dalam-dalam dan tetep perhatiin tampang Vivi yang tiba-tiba BT abiss.
                Hari terus berlalu, belakangan ini gue jarang main lagi sama Vivi. Dia jadi lebih sering main sama Nia dibanding sama gue, padahal jelas dari dulu yang sekelas sama dia gue dan selama hampir 2 tahun gue duduk bareng sama dia, bagaimana mungkin dia lupa sama gue? Hellow, gue selalu didepan mata guys. Gue mulai agak muak dengan caranya dia yang kayak gini, akhirnya gue berusaha ciptakan suasana baru dan mencari topik yang mungkin menarik perhatian Vivi. Sampe akhirnya gue mulai seperti biasa lagi sama dia. Tapi setelah gue dapetin lagi perhatiannya diluar jam sekolah, dia mulai terlihat cuek saat belajar dikelas. Biasanya dia selalu mau berbagi ilmu sama gue dan ingetin gue kalo gue lagi ngantuk atau iseng ngelakuin hal yang ga seharusnya gue lakuin kayak nulis-nulis di buku, atau smsan, atau sebagainya. Sebenernya gue ga begitu  mau mengerti apa yang jadi masalahnya dia. Tapi kalau ini adalah tentang gue, apa gue harus diem aja? Dia itu type orang yang kalem. Kalo marah pun dia halus. Tapi sehalus apapun dia, gue tetep bisa rasainlah perasaan keselnya dia sama gue. Ya tuhan, Vivi mafin gue... 
                Sekarang, apakah ini artinya gue harus berjuang sendiri untuk menempuh soal-soal yang akan menghantam otak gue? Gue belom siap, belom bisa apa-apa, ibaratnya tuh gue masih kayak anak TK yang udah bisa nulis tapi belom ngerti apa yang gue tulis. Gue masih butuh bimbingan, tapi haruskan gue pergi Les Bimble sedangkan sahabat-sahabat gue banyak yang pinter? Bukan berarti gue  memanfaatkan, tapi inget guys, kita sama-sama mau sukses, dan inget ga sih dengan perjanjian yang pernah kita buat kalau kita sama-sama sukses dibidang masing-masing? Kelak kita akan saling membutuhkan dan saling menggratiskan. Terus kalo sekarang begini keadaannya, gue harus apa? Haruskan gue kubur dalem-dalem impian gue? Gue selalu yakin, gue ga akan bisa tanpa teman disamping gue., buat ingetin gue, buatdukung gue, buat jadi temen diskusi, dan buat jadi tempat bertanya. Walaupun kita ga mungkin saingan, setidaknya kita ga terlalu jauh guys.
                Oke kalau ini mau kalian, terutama Vivi. Gue tau kalian juga pada akhirnya akan membela Vivi, karna emang gue yang salah. Terima kasih udah dukung gue selama ini. Sejujurnya, ilmu dan support yang lu kasih buat gue itu bener-bener berguna banget buat gue. Lu udah bikin gue berada ga jauh dari level lu sekarang, karna sebelum ini level kita sangat berjauhan dan ga sedeket ini. Terima kasih juga atas segala perhatian yang pernah lu kasih untuk gue. Dan maaf kalo gue udah nyusahin dan bikin lu khawatir akan level lu. Percayalah, ga mungkin menyaingi lu dengan waktu sesingkat ini. Jadi tolong, jangan menjauh untuk membuat gue menjadi lebih jauh lagi.. kita masih punya waktu 3 bulan untuk memperbaiki semua itu. Gue sayang kalian XII IPA 2 :*

Minggu, 02 Desember 2012

Dream Message

Minggu, 02 Desember 2012   00:36               
               
                Menurut cerita, Orang-orang yang pernah didatangi oleh mereka yang sudah meninggal dengan membawa pesan singkat untuk orang-orang yang masih hidup, membuat banyak orang yang mengalaminya kebingungan. Karna pesan yang disampaikan sangat sesuai dengan kejadian yang sebenarnya terjadi. Tak ada satupun orang yang menyangka bahwa omongan dalam mimpi dari orang yang sudah meninggal itu sangat tepat. Merekapun akhirnya banyak yang percaya bahwa orang yang sudah meninggal itu bisa melihat makhluk hidup dari alamnya sendiri. Namun ada beberapa orang yang mengatakan bahwa yang menyampaikan pesan itu adalah makhluk lain yang tidak ada hubungan sama sekali dengan orang yang sudah meninggal yang merubah wujudnya menjadi orang yang sudah meninggal. Tapi apakah benar, mimpi itu bisa jadi kenyataan?
                Baru saja Seno membantu mengganti handphoneku yang hilang beberapa minggu yang lalu, kini Seno berencana untuk membelikanku handphone baru untuk menggantikan handphone milik ibunya yang sekarang aku gunakan. Aku sempat tidak setuju dengan bantuannya karna menurutku, itu menjadikanku sangat ketergantungan dan mennjadi seperti orang yang tidak tau terimakasih dan tak mau bersyukur. Padahal dengan adanya handphone bekas ibunya ini, aku sudah sangat merasa berhutang budi padanya. Aku memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk membalas kebaikannya, tapi aku juga ingin berbuat baik kepadanya. Sekarang, belum saja aku berbuat baik kepadanya, dia sudah ingin berbuat baik lagi kepadaku. Aku hanya ingin jujur kalau keypad handphone itu memang keras. Dan karna itu Seno terus memaksaku untuk menyetujui bantuannya untuk membelikanku handphone dengan cara menabung. Sampai akhirnya akupun menyetujui nya dengan catatan, dia harus mampu membeli bensin setiap harinya dan ada cadangan uang untuk makan pastinya.
                Baru berapa hari kami mengumpulkan uang bersama, walaupun dominan lebih banyak uang milik Seno, aku langsung mendapat cerita yang hampir tidak masuk akal darinya. Suatu pagi, ketika ia menjemputku untuk berangkat sekolah, dia mengendarai motor sambil bercerita kepadaku bahwa ibunya telah memimpikan nenek Seno yang datang dengan membawa pesan. beliau berpesan kepada ibu Seno untuk menyuruh Seno mengingatkan aku tentang bahaya diluar, terutama ketika sedang tidak bersama Seno. Karna apabila aku sampai kenapa - kenapa, maka Seno adalah orang pertama yang akan disalahkan oleh semua orang. Aku sempat bingung dengan cerita itu, membuatku 50:50 antara percaya atau tidak. Tapi memang nasehat yang diberikan tidaklah salah. Yang aku bingung hanya, “kenapa harus Seno yang disalahkan?” fikiranku langsung bercampur aduk dan tiba-tiba saja melayang difikiranku tentang kejadian handphoneku yang dijambret orang. Ya aku akui saat itu memang kesalahanku sendiri. Tapi keluargaku tidak sama sekali menyalahkannya, begitu pula teman-temanku. Tapi memang malah Seno yang merasa bersalah dan sendiri menggantikan handphoneku.
                Tuhan, semoga tak ada hal yang membuat kami berpisah kecuali maut. Semoga mimpi itu hanyalah nasehat biasa. Bukan berarti musibah itu sudah berada disampingku. Amin. Meskipun jujur, sejak mendengar cerita mistis itu, hidupku menjadi tak karuan, aku menjadi seperti orang lingung. Tanganku seriang terkena pisau, tertusuk benda tajam, memecahkan gelas. Entah mengapa hal itu terus mengiang ditelingaku.itu bagaikan wasiat dari nenekku sendiri. Padahal jelas aku tidak pernah meliha wujud neneknya Seno.  Setiap kali aku membayangkan wajahnya pun, bulu kudukku selalu merinding seperti merasa sedang diawasi untuk kesekian kalinya, bahkan ketika aku menulis cerita ini.