Jumat, 12 Oktober 2012

Bayang - bayang Semu

          Sebuah harapan kelabu memancarkan auranya disekitar jiwa dan ragaku. Menyelimuti kepercayaanku dengan asap putih kehitaman. Harapan itu terlihat seperti senja yang turun di ujung pantai dan diiringi dengan desiran ombak berwujud mulut raksasa. Awan hitam mulai menggelapi sebagian bumi yang aku pijak. Warna matahari yang siang tadi berwarna kuning cerah, telah berubah menjadi warna orange kemerahan. Aku rasa, semua ini mendukung suasana hatiku yang sedang abu-abu, alias antara putih dan hitam. Aku tau senja itu pada akhirnya akan menghilang ditelan malam. Dan akupun tau, harapanku pada akhirnya juga akan tenggelam dalam dusta.
          Setelah lelah berjalan, akupun terdiam. Duduk sendiri, bersandar pada pokok pohon cemara. Mengingatkanku dengan kejadian 2 tahun lalu. Kejadian yang membuat hatiku luluh dengan sejuta kebaikannya. Membuat aku tersipu malu sehingga harus membelakanginya. Lalu kurasakan sentuhan lembut mulai menyentuh tubuhku. Tangannya yang hangat memelukku dengan erat, seperti menyelimutiku dari angin dingin musim penghujan. Dengan suara halus yang keluar dari tenggorokan berjakunnya, ia membisikkan kata-kata janji yang saat ini terasa palsu. Semua harapan dan keyakinan dalam hatiku berawal dari senja itu, tapi akankah berakhir pada senja ini? Semoga tidak.. “Hemm, lagi-lagi sebuah harapan mengetuk hatiku”, gumamku dalam hati.
          Matahari sepenggal lagi akan tenggelam. Membuat air mataku mulai memaksa untuk menetes. Dengan keyakinan kepercayaanku yang tersisa, aku barusaha untuk tidak meneteskannya. Mataku mulai melakukan pandangan kosong yang melihat ke sekitarku, namun ia mengatakan bahwa disini memang hanya ada hawa cinta dariku tanpa ada seorangpun membalasnya. Sepenggal matahari seperti membawa sepenggal kata manis yang pernah terdengar oleh telingaku. Kenapa matahari itu ingin tenggelam? Tak sadarkan matahari bahwa cahayanya itu mengandung sedikit cintanya. Bagaimana kalau matahari itu tetap ingin tenggelam? Mungkinkah cinta didalamnya itu akan ikut tenggelam? Perlahan kupejamkan mata sehingga meneteskan sedikit air mataku yang sejak tadi mengantri untuk berjatuhan. Tanpa sadar tanganku bergerak mengangkat sapu tangan yang tergeletak dipangkuanku. Dan tanganku membantu sapu tangan untuk mengelap air mataku. Sejenak aku tersadar, ini tanganku, bukan tangannya lagi L
          Tanpa mengetahui sudah berapa lama aku duduk disini. Aku mulai menyadari, seseorang yang ku nanti tak kunjung datang. Walaupun aku merasakan kehadirannya. Tapi aku tidak mampu untuk melihatnya. Harus dengan apa aku melihatnya, menyentuhnya, dan mendekap tubuh hangatnya. Aku ingin dia datang untukku, bukan untuk yang lain. Ku pandang tajam tangan yang pernah digenggamnya, lalu kupandang lemas tangan yang kini digenggamnya. Terasa panas tangan ini. Sampai panasnya menjalar terkena hati. Rasanya panas, sakit, sungguh perih yang menyiksa. Air mataku tidak bisa berhenti menetes. Sambil menatap matahari yang kira-kira hanya tinggal 2 cm lagi tenggelam, aku kembali berharap.
          Hari mulai malam, angin dingin perlahan menusuk kulit tipisku. Aku memutuskan untuk segera mengenakan jaket dan membiarkan tanganku mendekap tubuhku sendiri. Lalu, sekali lagi ku coba melihat ke sekitarku, hanya terlihat secarik foto pernikahan yang membakar hangus hatiku. Ku taburi foto itu dengan butiran pasir halus. Aku segera mengangkat tubuhku untuk segera berdiri, dengan tatapan kosong lagi aku berjalan meninggalkan semua cerita pendustaan ini. Pandangan kosongku meniadakan orang-orang yang ada disekitarku. Mereka telah menikah, orang-orang itu membuat harapanku hancur lebur hanya karna kata “Sah” yang mereka ucapkan setelah pengantin mengucap ijab qobul. Yasudahlah, Aku memang pulang dengan kekecewaan. Harapanku benar-benar harapan kosong. Namun aku mengerti, tak perlu ini ku jadikan dendam. Kelak, aku pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari dirinya. Biarlah kekecewaan ini menjadi bayang-bayang semu.. :’)

Tidak ada komentar: