Senin, 05 November 2012

Nano - Nano Sweet Seventeen



Jum'at, 02 November 2012
            Hari ini adalah hari yang ku tunggu, bertambah satu tahun usiaku, dan bahagialah aku. Aku baru pulang latihan sekitar jam setengah 1 pagi. Teman-teman latihanku menyiram kepalaku menggunakan air minum yang tak habis saat latihan tadi. Mereka juga sempat menyindir masalah traktir, kebetulan saja aku sedang membawa uang lebih, jadi ku sempatkan waktu istirahatku untuk mentraktir mereka makan pagi itu. Mereka memilih tempat warkop (warung kopi) didekat perempatan jalan. Sesampainya disana, aku menyadari bahwa ada seseorang berambut kriting menggunakan baju berwarna putih dan memiliki kulit putih kecoklatan, kira-kira umurnya 25 tahunan lah. Laki-laki itu sedang memperhatikanku sejak awal aku menginjakkan kakiku didepan warkop. Entah apa yang ia pikirkan, aku tidak mau terlalu perduli. Yang ku pikirkan saat itu hanya bersenang-senang dihari ulang tahunku dan berharap sweet seventeen milikku lancar dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang abadi. Ketika aku hendak masuk ke dalam, seorang teman dari si rambut keriting juga perlahan memperhatikanku secara keseluruhan. Mereka begitu aneh menurutku, tapi ya sudahlah mungkin mereka hanya heran mengapa ada wanita berkeliaran di antara malam dan pagi seperti itu. Saat aku sedang makan bubur kacang dan minum segelas air putih hangat, hatiku sedikit tenang. Sampai beberapa polisi mulai datang dan mengelilingi tempat dudukku, aku mulai tidak nyaman dengan kondisi itu dan sesegera mungkin menyudahi acara makannya. Lagi pula waktu terus berjalan sampai menunjukkan pukul 1 pagi. Akupun bergegas pulang dan berpamitan dengan semua teman-temanku. Pagi itu kebetulan Seno sedang menjemputku, jadi aku pulang bersamanya. Aku tau, sebenarnya dia hanya ingin memberi kejutan hadiah ulang tahun. Tapi kalau dia sampai harus menjemputku pukul segitu. Sepertinya itu berarti aku sangat special yah? Hehe AMIN deh.
            Diperjalanan pulang, ada 2 orang yang searah denganku, tapi sebelum sampai di pasar, kami sudah terpisah karna mereka berdua membawa motor dengan mengebut sekitar 120 km per jam. Seno bilang, dia ingin memberiku sesuatu, tapi dia bingung dimana tempat yang tepat untuk memberikannya. Akhirnya dia memutuskan untuk sedikit berbelok dari arah pulang. Namun tanpa diduga-duga, tempat yang didepannya begitu ramai, ternyata dalamnya sangat sepi bahkan tidak ada orang sama sekali. Aku dengan PD-nya memainkan handphoneku sambil memberi kabar kepada ayahku bahwa aku sedang diperjalanan pulang. Setelah aku membaca pesan dari ayahku yang memesan untuk berhati-hati, langsung saja datang seseorang berambut keriting dan baju berwarna putih bersama dengan temannya yang sedang memboncenginya menggunakan motor meatic, dengan cepat laki-laki yang dibonceng itu merebut handphone dari tanganku dan setelah mendapatkannya, mereka segera melaju dengan kecepatan sekitar 160 km per jam. Seno tidak bisa mengejar lebih jauh karena kondisi jalanan yang terdapat beberapa polisi tidur. Dia lebih mencari keselamaatanku terutama yang tidak menggunakan helm saat itu. Aku senang mendengarnya dan membuatku sedikit tenang, namun saat teringat dengan handphone aku kembali berontak dan merengek meminta Seno untuk mengejar jambret yang tidak tahu malu di tahun 2012 yang keceh itu. Dengan polosnya mereka melaju ke jalan raya dan menghilang begitu saja.
            Seno mulai mengajakku pulang dan berniat untuk tidak jadi memberikan hadiah untukku malam itu. Tapi aku berfikir, kalau tidak malam itu juga, lalu untuk apa dia menjemputku? Aku pun berusaha menenangkan diriku sendiri dan menahan rasa kecewaku yang sangat mendalam. Aku mulai berfikir ke arah warkop tadi. Aku teringat dengan 2 orang laki-laki yang sempat memperhatikanku secara detail. Aku dan Seno memutuskan untuk kembali kesana walaupun jaraknya agak jauh. Namun, sesampainya disana, mereka sudah tak nampak dan warkop itu mulai sepi dengan polisi. Akupun mencoba pasrah dan mengikhlaskan handphoneku, nomor kartunya dan memory cardnya. Meskipun sesekali aku memperhatikan secara detail orang-orang yang berada dipinggir jalan dan di tempat tongkrongan-tongkrongan yang kami lewati. berharap menemukan si penjahat dan dapat menggerebeknya sampai puas hahaha. Maklum, masih baru saja terjadi.
            Diperjalanan pulang, Seno terus memaksaku untuk pulang, tapi aku sama-sekali tidak mau usahanya sia-sia. Aku berusaha dengan sekuat hati untuk tersenyum seperti layaknya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya dia mulai memberikan aku mawar merah kesukaanku. Jujur saja hatiku mulai sedikit tenang saat itu, aku sempat tidak memikirkan apa-apa lagi selain dirinya. Sungguh kebahagiaan yang tak tertandingi apabila diberikan bunga dimoment special seperti itu. Beberapa menit setelah memberikan bunga, dia menghentikan laju motornya dipinggir jalan dan menyuruhku membelakanginya. Dia memasangkan kalung ber inisial “Z” ke leherku, dia sempat menggumam karna kurangnya fasilitas lampu ditempat kami berhenti. Namun dengan kekuatan matanya yang hanya tinggal beberapa watt saja itu, dia berhasil memakaikan kalung untukku. Setelah itu, dia memasukkan sebuah kado kedalam tas ransel ku. Aku melihat bentuknya yang seperti bungkusan buku diary, dia banya berharap kado itu dapat menemaniku sebagai pengganti handphone. Tapi aku tidak mau memikirkannya, Seno berjalan sedikit kedepan dan mengeluarkan sebuah roti sobek rasa bertabur keju yang awalnya bertuliskan “Happy Sweet Seventeen” kemudian menjadi rusak karna kaget mendengar teriakanku saat aku dijambret tadi. Tapi tak apalah, aku menghargai itu dan lagipula itu bukan salahnya. Saat aku memegang roti, dia segera mengambil lilin dan menyalahkan sumbunya dengan korek api. Aku membuat permintaan dan segera meniup lilin tersebut. Suapan peramaku untuk Seno dan suapan keduanya untuk aku karna hanya ada kami disana.
            Sesampainya dirumah, aku segera menceritakan semua kejadian kepada ayahku secara detail walaupun ada yang sedikit ngawur. Aku terdiam dan meneteskan air mataku dikamar sambil berharap waktu dapat berputar kembali.